Rentjong dan Surat
02.07
Film ini menceritakan tentang bangkitnya rakyat Aceh yang mengangkat senjata untuk menentang penjajah Belanda dalam sebuah kisah fiktif. Antara lain Meutia (Djuriah Karno). Tetapi juga ada pengkhianat, diantaranya Panglima Husin (Ismail Saleh), yang menaruh hati pada Tjut Kemala (Lies Noor), tetapi Kemala memilih Djohan (Turino Djunaidy). Kesempatan Husin untuk menyingkirkan saingannya itu terbuka waktu Djohan diutus membawa surat kepada Panglima Him digunung. Usaha untuk membunuh Djohan gagal, Djohan hanya terluka. Djohan dirawat Meutia, yang kemudian mengantarkannya ke Panglima Him. Di pihak lain Husin berhasil memperistri Kemala. Kemala masih bersimpati pada perjuangan untuk merdeka. Dia menentang suaminya, meski akhirnya tewas oleh rencongnya sendiri. Atas petunjuk Kemala, Djohan memburu dan menangkap Husin.
Produser Film ini Haryoto, namun di wabsite dokumentasi perfilman tidak disebutkan siapa sutradaranya, menurut catalogue.filmindonesia.or.id disebutkan sutradaranya Basuki Effendi, dan Rendra Karno. Informasi dari sumber yang sama, Basuki Effendi Lahir di Jakarta. saat masih kecil beliau pernah ikut main dalam "Air Mata Iboe" (1940) dan pernah mencoba sebagai Pembantu Juru Kamera dalam film "Untuk Sang Merah Putih" lalu sebagai Pembantu Sutradara pada "Inspektur Rachman", keduanya tahun 1950. Antara 1951 -1952 bekerja di PFN dan sempat membantu pembuatan "Si Pintjang" dan "Djiwa Pemuda", keduanya tahun 1951. Hasil penyutradaraannya yang pertama "Pulang" (1953) berhasil mendapatkan diploma dan medali dari Festival Film Internasional Carlovy Vary. Tapi lewat tengah tahun 1950-an namanya lebih dikenal sebagai aktifis Lekra ketimbang Sutradara Film.
Pemeran utama film Rentjong dan Surat, Turino Djunaidy merupakan putra Aceh. nama lengkap beliau Teuku Djuned, lahir di Padang Tiji, Pidie 6 Juni 1927 dan meninggal di Jakarta 8 Maret 2008. Beliau dimasa hidupnya sempat menyutradarai kurang lebih 37 film. Beliau pernah mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award dalam Festival Film Asia Fasifik di Jakarta, pada tahun 2001 dan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden RI Megawati Soekarnoputri, tahun 2004.
Turino Djunaidy merupakan salah satu tokoh perfilman di Indonesia yang seangkatan dengan H Misbach Yusa Biran dan Usmar Ismail, yang merupakan perintis industri film nasional setelah era kemerdekaan.

0 komentar